12 January 2009

Efek Mozart pada Janin Anda

Kementrian Riset Jerman berani memastikan dalam Nature yang di publikasi 13 April 2007 lalu bahwa efek Musik klasik seperti Mozart, Bach, Beethoven tidak terbukti dapat meningkatkan kecerdasan janin / bayi. Mereka mengklaim bahwa mendengarkan Mozart -atau lagu apapun yang di sukai- secara pasif tidak akan membuat seseorang lebih cerdas. Keputusan ini berdasarkan atas kerjasama dari 9 tim Jerman - neuroscientists, psychologists, educationalists, philosophers, dan musisi profesional-. Riset lebih lanjut akan dilakukan untuk mengetahui apakah pelajaran musik dapat meningkatkan IQ jangka panjang pada manusia, termasuk analisis report literatur ilmiah dan kecerdasan.



Ide bahwa musik klasik Mozart dapat mencerdaskan anak berawal di tahun 1993 ketika jurnal Nature mempublikasi sebuah artikel seorang ilmuwan asal University of California-Irvine dan rekannya Frances Rauscher . Mereka mengklaim bahwa murid-murid yang mendengarkan Mozart sonata melalui relaksasi mengalami peningkatan kerja spatial – berupa melipat kertas dan mengenali pola- dibandingkan mereka yang tidak mendengarkan Mozart sebelumnya. (Belakangan diketahui bahwa efek ini bukan karena musik Mozartnya, melainkan karena efek menenangkan diri sebelumnya).



Mitos tentang efek Mozart ini cukup menyenangkan bagi para industrialis di bidang musik. Mitos ini menjadi alat marketing yang sangat manis. Sebenarnya review riset tahun 1999 telah menunjukkan bahwa 12 riset spesifik telah gagal mensupport gagasan `efek mozzart` tahun 1993, hanya saja orang masih saja percaya bahwa adanya kekuatan musik Mozart. Hal ini dapat difahami, karena semua orang tua menginginkan anaknya cerdas.



Sedikit kita telusuri mengenai perkembangan otak pada janin. Perlu dipahami bahwa otak janin/bayi dan anak bukanlah miniatur otak dewasa. Otak bayi dan anak merupakan organ tubuh yang masih tumbuh dan berkembang. Otak bayi dan anak akan tumbuh menjadi besar, lebih besar, dan masih berkembang dari otak yang semula imatur menjadi otak matur. Masa selama 2 minggu setelah pembuahan atau disebut masa praembrio terjadi pembelahan sel telur yang telah dibuahi. Sedangkan pada usia kehamilan 2-8 minggu disebut sebagai masa embrio.

Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai setelah kehamilan 8 minggu. Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng saraf (neural plate) pada masa embrio, yakni sekitar hari ke-16. Kemudian menggulung membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari le-22. Pada minggu ke-5 mulailah terlihat cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selanjutnya terbentuklah batang otak, serebelum (otak kecil), dan bagian-bagian lainnya.

Perkembangan otak sangat kompleks dan memerlukan beberapa seri proses perkembangan, yang terjadi atas penambahan (poliferasi) sel, perpindahan (migrasi sel), perubahan (diferensiasi) sel, pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (sinaps), dan pembentukan selubung saraf (mielinasi). Sel saraf (neuron) pada permulaan bentuknya masih sederhana, mengalami pembelahan menjadi banyak, dan proses ini disebut proliferasi. Proses proliferasi ini berlangsung selama kehamilan 4-24 minggu, dan selesai pada waktu bayi lahir.

Setelah proses proliferasi, sel saraf akan migrasi ke tempat yang semestinya. Proses migrasi berlangsung sejak kehamilan kira-kira 16 minggu sampai akhir bula ke-6 masa gestasi. Proses migrasi ini terjadi secara bergelombang, yaitu sel saraf yang bermigrasi awal akan menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan luar korteks serebri.

Pada akhir bulan ke-6, lempeng korteks ini sudah memiliki komponen sel neuron yang lengkap dan sudah tampak adanya diferensiasi menjadi 6 lapis seperti orang dewasa. Di tempat yang semestinya, sel saraf mengalami proses diferensiasi (perubahan bentuk, komposisi, dan fungsi). Sel saraf berubah menjadi sel neuron dengan cabang-cabangnya dan terbentuk pula sel penunjang (sel Glia). Fungsi sel inilah yang mengatur kehidupan kita sehari-hari.

Ada yang mengatakan penambahan jumlah sel saraf telah selesai pada saat kelahiran. Setelah lahir hanya terjadi pematangan fungsi sel saraf, tetapi selubung saraf atau myelin yang disebut mielinisasi masih berkembang. Tetapi, setelah lahir terjadi penambahan volume dan berat otak. Dan, bayi tampak lebih pintar. Hal ini karena adanya pertumbuhan serabut saraf, adanya peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa dan proses mieliniasi akibat proses stimulasi yang didapat saat lahir.

Sedikit uraian mengenai perkembangan otak pada janin di atas menunjukkan pentingnya peran masa prenatal dan pascanatal dalam perkembangan otak. Karena itu, bila kita menghendaki agar anak mendatang mempunyai otak yang berkualitas tinggi, maka diperlukan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perkembangan otak. Sehingga `Efek Ibu` yang cerdas mempersiapkan kehamilan, selama masa hamil, dan setelah bayi lahir sampai proses perkembangan otak selesai jauh lebih penting dari `Efek Mozart` yang terbukti tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.



Lalu bagaimana caranya meningkatkan kinerja kecerdasan otak anak, bayi/janin dalam jandungan? Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan sel saraf pada anak, bayi/janin: Kata kunci dari kesemuanya hanyalah dua, NUTRISI dan STIMULASI



Bagi para ibu hamil:

1. Banyak mengkonsumsi ikan pada ibu selama hamil banyak memberikan manfaat pada perkembangan saraf anak. Ikan banyak mengandung asam lemak omega-3 atau asam lemak rantai panjang tak jenuh ganda (LCPUFA) yang terdiri dari asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam arakidonat (ARA) berperan penting untuk perkembangan kognitif, ketajaman penglihatan, dan pertumbuhan otak janin. Janin akan mendapat asam lemak esensial ini secara langsung dari ibu melalui plasenta.

2. Berikan efek ketenangan. Efek tenang dari ibu akan membantu meningkatkan aliran oksigen yang baik di dalam rahim. Bagi mereka yang beragama muslim, pendengaran lantunan ayat-ayat al-Qur`an dapat membantu membiasakan kinerja otak janin bekerja, kebiasaan mengatur olah nafas dan tubuh juga dapat memberikan efek pengoptimalan kinerja saraf janin.

3. Berikan stimulasi berupa sentuhan dari kedua orang tua dan di ajak bicara. Pada proses mieliniasi yang terjadi dalam masa kehamilan, sel-sel otak dilatih untuk membuat sirkuit yang menghubungkan antarsel yang sama atau antarsel yang berbeda. Sirkuit ini dikenal dengan istilah sinaps. Sebuah interaksi berdasarkan energi kinetik dari seorang ayah dan ibu terhadap bayinya akan merangsang proses diferensiasi sel dan mielinasi bekerja optimal.

Bagi para ibu menyusui & balita:

1. Nutrisi bagi para ibu menyusui begitu penting dan berperan dalam masa golden period perkembangan otak bayi. Ibu harus memberikan air susu ibu (ASI) dan nutrisi yang cukup bagi anak pada usia 0-2 tahun agar dapat mencegah gangguan saraf dan otak serta memberikan stimulus pada anak agar perkembangan kecerdasan dan psikomotorik normal. ASI mengandung asam lemak omega-3 yang penting bagi pertumbuhan pesat sel sarafnya. Survei terhadap wanita yang mengkonsumsi beragam makanan menemukan kadar LCPUFA dari total lemak ASI terdiri dari 0.3% DHA dan 0.5 --0.6% ARA. Ketika bayi mulai mendapat makanan padat, LCPUFA diperoleh dari ikan, telur, dan daging.



Bagi para ibu dengan anak balita ke atas:

1. Selain nutrisi, untuk anak yang sudah memasuki balita ke atas, perhatikan pola aktivitas sehari-harinya. Kegiatan yang bersifat aktif dan edukatif dapat merangsang pembentukan sel sarafnya. Sebaliknya kegiatan pasif seperti menonton TV acara-acara entertainment, hiburan yang lebih banyak porsinya tidak menyebabkan saraf-saraf mengadakan jalinan interaksi jangka panjang satu sama lain. Hal ini dikarenakan, kegiatan yang bersifat edukatif dan merangsang keingin tahuan anak akan membuat sel saraf di daerah prefrontal cortex bekerja lebih banyak. Sehingga daya analisisnya matang dan cerdas.

2. Ajak anak memasak, bereksperimen, membuat balok bersama di rumah. Hal ini sebagai salah satu cara stimulasi otak.

3. Tanyakan perasaannya ketika selesai diadakan permainan stimulasi, belajar, bereksperimen, dengan begitu ia akan terbiasa untuk belajar mengungkapkan ekspresi serta memahami dirinya sendiri. Orang tua pun akan menjadi partner dan teman yang baik bagi anak. Ketika anak sering ditanya mengenai apa yang ada di dalam pikirannya, emosinya, secara otomatis, jalinan saraf-sarafnya dari wilayah otak kiri dan kanan akan berjalan seiringan sehingga memungkinkan menjadi anak yang kritis di kemudian hari.



Perlu pula diperhatikan perkembangan bayi sesuai usia:

Usia 0-3 bulan:

Berikan stimulasi yang mengutamakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan. Seperti memeluk, menggendong, menatap bayi, mengajak tersenyum, dan berbicara. Bunyi-bunyian dari mainan yang digantung dengan warna-warna menarik juga merupakan stimulasi yang menyenangkan bagi bayi. Di akhir usia 3 bulan, latihlah si kecil dengan cara menggulingkannya ke kanan dan ke kiri, tengkurap dan telentang. Jika tangannya cukup kuat, rangsang si kecil untuk meraih dan memegang mainan.

Usia 3-6 bulan:

Stimulasi dapat di tambah dengan bermain `Cilukba`. Banyak permainan bunyi-bunyian. Bayi di rangsang untuk tengkurap, telentang, bolak-balik serta duduk.

Usia 6-9 bulan

Stimulai mulai ditingkatkan. Latih tangan anak bersalaman, duduk dan berdiri sambil berpegangan. Mulai biasakan anak dengan menceritakan kisah-kisah teladan sebelum tidur.

Usia 9-12

Ajari anak memanggil mama-papa, bunda-ayah, kakak atau adik. Ajak ia bermain memasukkan mainan ke wadah. Mulai ajari si kecil minum dari gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, dan berjalan berpegangan.

Usia 12-18

Ajari anak memegang pensil dan biarkan ia mencoret-coret kertas dengan pensil warna. Bermain bersama menyusun kubus, potongan gambar sederhana, memasukkan dan mengeluarkan benda kecil dari wadahnya, bermain boneka, serta menggunakan peralatan makan. Anak juga dilatih berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah sederhana, menyebutkan nama dan menunjukkan benda-benda.

Usia 18-24

Rangsang anak menanyakan, menyebutkan, dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mata, hidung, telinga, mulut), menanyakan gambar serta menyebutkan nama binatang dan benda-benda di sekitar rumah. Anak diajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum, mandi, main dan sebagainya), latihan menggambar garis, mencuci tangan, memakai celana, baju, melempar bola, dan melompat.

Usia 2-3 tahun

Ajari anak mengenal warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit), menyebutkan nama teman, menghitung benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan. Mulai menggambar garis, lingkaran dan manusia, latihan berdiri satu kaki, juga dilatih buang air kecil dan besar di toilet.

Usia 3 tahun ke atas

Stimulasi lebih mengarah pada pengembangan kemampuan untuk kesiapan sekolah. Misalnya memegang pinsil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana, buang air kecil dan besar di toilet, berbagi dengan teman, serta kemandirian. Stimulasi bisa dilakukan di rumah atau di kelompok bermain dan taman kanak-kanak.



Referensi:

-Rauscher, F., Shaw, G., Ky, K. (1993). Music and spatial task performance. Nature, 365 611. Retrieved December, 4 2007, from EbscoHost Research Databases.
-The Mozart Effect. epilepsy.org. Retrieved on 2007-08-07.
-"Mozart doesn`t make you clever", Nature.com. Retrieved on 2007-04-03.
-Listening to Mozart does not make your child a genius. DailyIndia.com. Retrieved on 2007-04-03. Wilson, T., Brown, T. (1997).
-Reexamination of the effect of Mozart’s music on spatial task performance. Journal of Psychology. 131 (4), 365. Retrieved December 4, 2007, from EbscoHost Research Databases.
-Tompson, W.,(2001). Arousal, mood, and the Mozart effect. Psychological Science, 12 (3), 248-251. Retrieved December 3, 2007, from PsycInfo.
-Hughes, J., Daaboul Y., Fino, J., Shaw, G. (1998). The Mozart effect on epileptiform activity. Clin Electroencephalogr,29 (3), 109-19. Retrieved December 3, 2007, from Pubmed Database.
-Steele, M. Papers by Steele casting doubt on the Mozart effect appstate.edu. Retrieved on 2007-03-2004
-Campbell, Don (1997). The Mozart Effect: Tapping the Power of Music to Heal the Body, Strengthen the Mind, and Unlock the Creative Spirit.
-"Effects of listening to Mozart and Bach on the performance of a mathematical test" Bridgett, D.J.; Cuevas, J. (2000). Perceptual and Motor Skills, 90, 1171-1175. ISBN.
-"Arousal, mood, and the Mozart Effect." Thompson, W.F.; Schellenberg E.G.; Husain, G (2001). Psychological Science, 12(3)248-251. ISBN.
-Fagen, J., Prigot, J., Carroll, M., Pioli, L., Stein, A., & Franco, A. (1997).
-Auditory context and memory retrieval in young infants. Child Development, 68, 1057-1066.
-Rauscher, F. H., Shaw, G. L., Levine, L. J., Wright, E. L., Dennis, W. R., & Newcomb, R. L. (1997). Music training causes long-term enhancement of preschool children's spatial-temporal reasoning. Neurological Research, 19, 2-8.
-Viadero, D. (1998). Music on the Mind. Education Week, April 8, 1998.
-Wallace, W. T. (1994). Memory for music: Effect of melody on recall of text. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, & Cognition, 20, 1471-1485.
-Serta dari berbagai buku dan sumber.

No comments:

Post a Comment