12 January 2009

Stimulasi Otak Bayi

Sumber: Nakita


TANYA JAWAB SEPUTAR PERKEMBANGAN OTAK BAYI

Otak bayi bukan miniatur otak dewasa. Ia masih akan menjadi besar dan berkembang dari otak yang semula imatur menjadi matur.

Selama
otak berkembang pesat di tahun-tahun pertama kehidupan anak, inilah
saat paling tepat untuk menstimulasinya. Lalu banyak pertanyaan muncul,
mengapa stimulasi yang interaktif harus diberikan di masa-masa
tersebut. Inilah jawaban yang diberikan Dr. Dwi Putro Widodo Sp.A(K),
M.Med., Ketua Kelompok Kerja Neurologi Anak PP IDAI Pusat, atas
pertanyaan-pertanyaan seputar tumbuh kembang otak bayi.

Kapan organ otak mulai terbentuk?
Otak
mulai tumbuh dan berkembang sejak bayi masih dalam kandungan, tepatnya
setelah usia kehamilan 8 minggu. Susunan saraf pusat atau otak
merupakan organ yang pertama kali terbentuk. Pada awalnya dimulai
dengan pembentukan lempeng saraf (neural plate) pada sekitar hari ke-16
kehamilan. Kemudian, lempeng saraf ini menggulung membentuk tabung
saraf (neural tube) pada hari ke-22. Lalu, mulailah diproduksi sel-sel
saraf.

Nah,
pada hari ke­35 kehamilan atau sekitar minggu kelima, mulai terlihat
cikal-bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selanjutnya, terbentuklah
batang otak, otak kecil dan bagian-bagian lainnya. Mulai usia delapan
minggu kehamilan, terjadilah produksi sel saraf luar biasa cepatnya,
kira-kira mencapai 250 ribu per detik. Pertumbuhan dan perkembangan
otak juga berlangsung cepat sekali, terutama mulai di trimester ketiga,
kira-kira saat kehamilan berumur 25 minggu hingga anak berusia 2 tahun.

Bagaimana tahap perkembangan otak?
Proses
tumbuh kembang otak sangat kompleks dan melalui beberapa tahapan, yaitu
penambahan sel-sel saraf (poliferasi), perpindahan sel saraf (migrasi),
perubahan sel saraf (diferensiasi), pembentukan jalinan saraf satu
dengan yang lainnya (si- naps), dan pembentukan selubung saraf
(mielinasi).

1. Poliferasi
Pada
awalnya, bentuk sel saraf (neuron) masih sederhana. Kemudian, mengalami
pembelahan sehingga menjadi banyak. Inilah yang disebut proses
penambahan (poliferasi) sel saraf. Proses proliferasi ini berlangsung
pada usia kehamilan sekitar 4-24 minggu. Proses poliferasi sel saraf
selesai/berhenti pada waktu bayi lahir.

2. Migrasi
Setelah
proses poliferasi, sel saraf akan mengalami migrasi atau berpindah ke
tempatnya masing-masing. Ada yang menempati wilayah depan, belakang,
samping, dan bagian atas otak. Waktu terjadi perpindahannya
berbeda-beda sesuai program yang sudah dibentuk secara genetik dan
alamiah.
Setelah sampai di "rumahnya" masing-masing, sel-sel saraf
lalu berkembang. Setiap "rumah" memiliki kurva pertumbuhan
sendiri-sendiri. Percepatan pertumbuhannya juga berbeda-beda. Tak heran
kalau kemampuan otak setiap anak juga berbeda. Proses migrasi
sebenarnya berlangsung sejak kehamilan 16 minggu sampai akhir bulan
ke-6. Proses migrasi ini terjadi secara bergelombang. Artinya, sel
saraf yang bermigrasi lebih awal akan menempati lapisan dalam dan yang
bermigrasi berikutnya menempati lapisan luar (korteks serebri).

3. Diferensiasi
Pada
akhir bulan ke-6 kehamilan, lempeng korteks sudah memiliki komponen sel
saraf yang lengkap. Seiring dengan itu juga sudah tampak adanya
diferensiasi. Yaitu perubahan bentuk, komposisi dan fungsi sel saraf
menjadi enam lapis seperti pada orang dewasa. Sel saraf kemudian
berubah menjadi sel neuron yang bercabang-cabang dan juga berubah
menjadi sel penunjang (sel glia). Sel penunjang ini tumbuh banyak
setelah sel saraf menjadi matang dan besar. Fungsi sel glia juga
mengatur kehidupan individu sehari-hari.

4. Sinaps
Selanjutnya
terjadi pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (sinaps).
Setelah menjalani mielinisasi (proses pematangan selubung saraf),
sinaps makin bertambah banyak.

5. Mielinisasi
Proses
pematangan selubung saraf (myelin) yang disebut mielinisasi masih terus
berkembang. Proses ini terjadi terutama beberapa saat sebelum terjadi
kehamilan. Pematangan selubung saraf mencapai puncaknya ketika bayi
berumur satu tahun. Setelah bayi lahir terjadi pertumbuhan serabut
saraf. Lalu, terjadi peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa serta
proses mielinisasi.

Semua
proses tersebut, selain berlangsung alamiah, juga dipengaruhi oleh
stimulasi dan nutrisi. Nah, di sinilah pentingnya peranan orang tua
pada masa prenatal (kehamilan) dan pascanatal (setelah kelahiran) dalam
perkembangan otak anak. Karena itu, jika ibu atau ayah menghendaki si
kecil mempunyai otak yang berkualitas, maka perlu memahami tahapan
perkembangan otak anak meskipun secara garis besar saja. Persiapan agar
anak memiliki otak yang berkualitas harus dimulai sebelum kehamilan,
selama masa hamil, dan setelah bayi lahir sampai proses perkembangan
otak itu selesai.

Berapa berat otak bayi?
Berdasarkan
hasil penelitian, dibandingkan dengan seluruh berat badan ternyata
berat otak hanya mencapai 2-3 persen. Rata-rata ketika baru lahir berat
otak bayi adalah 350 gram. Kemudian, menginjak usia 1 tahun bertambah
menjadi 1.200 gram. Percepatan pertambahan berat otak pada setiap anak
berbeda-beda, tergantung pada faktor genetik dan lingkungannya.
Penelitian
juga menyebutkan, otak bayi baru lahir ternyata besarnya sudah mencapai
25 persen dari otak orang dewasa. Kemudian, pada usia satu tahun
perkembangannya sudah mencapai 70 persen dari otak dewasa. Pada umur
satu tahun juga otak bayi sudah mengandung 100 miliar sel neuron. Dari
angka tersebut, sekitar 70-80 persen sel neuronnya telah terbentuk
secara lengkap. Memang, sejak bayi dilahirkan sampai berusia 1 tahun
terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat sehingga masa ini disebut
periode lompatan pertumbuhan otak. Dalam rentang waktu tersebut, sel
neuron sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Maka tak salah jika
orang tua disarankan memanfaatkan waktu yang berharga ini untuk
menstimulasi bayi secara optimal.

Berdasarkan
penelitian juga, diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan otak anak
perempuan ternyata lebih cepat dibandingkan otak anak laki-laki.
Sebaliknya, konon otak anak laki-laki lebih besar dibandingkan otak
perempuan. Kenapa? Kemungkinan karena faktor genetik.

Apa yang mempengaruhi perkembangan otak?
Yang
pasti, tumbuh-kembang otak dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan. Jika kedua faktor ini tak mendukung, maka dengan sendirinya
tumbuh-kembang otak jauh dari optimal. Faktor genetik dan lingkungan
tak bisa berdiri sendiri, keduanya saling berkaitan dan bergandengan
agar otak berkembang dengan baik.

Faktor
genetik dipengaruhi juga oleh kondisi kesehatan ataupun gizi saat si
kecil masih berupa janin. Jadi, kalau ibu kekurangan gizi, otomatis
perkembangan sel-sel saraf dan pertumbuhan jaringan saraf janin pun
tidak sebanyak yang harusnya bisa dicapai jika gizi ibu bagus.

Alhasil,
otak bayi cenderung kecil dan kemungkinan kemampuan memorinya menjadi
sedikit. Proses kerja otaknya juga lebih lamban ketimbang otak yang
ukurannya lebih besar. Kelak, perkembangan motorik si kecil akan
terlambat dan sehari-hari pun ia terlihat kurang cerdas. Tak heran,
jika ibu hamil sangat dianjurkan untuk selalu mengonsumsi makanan yang
bergizi.
Faktor lingkungan, dalam hal ini orang tua, juga punya
peran yang penting terutama untuk menstimulasi si kecil. Rangsangan
yang lebih optimal tentu harus diberikan setelah bayi lahir ketimbang
waktu ia masih dalam kandungan. Suara atau belaian orang tua merupakan
stimulasi bagi bayi yang dapat mempercepat perkembangan otaknya.

Kenapa otak harus distimulasi?
Tanpa
stimulasi, otak bayi menjadi tidak terolah. Akibatnya, jaringan saraf
(sinaps) yang jarang atau tidak terpakai akan musnah. Di sinilah
pentingnya pemberian stimulasi secara rutin. Mengapa harus rutin?
Karena setiap kali anak berpikir atau mengfungsikan otaknya, maka akan
terbentuk sinaps baru untuk merespons stimulasi tersebut. Berarti,
stimulasi yang terus-menerus akan memperkuat sinaps yang lama sehingga
otomatis membuat fungsi otak akan makin baik.

Mengenai
stimulasi ini, para peneliti di Baylor College of Medicine, Houston,
Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak yang tidak banyak distimulasi
maka otaknya akan lebih kecil 30 persen dibandingkan anak lain yang
mendapatkan rangsangan secara optimal.

Mana lebih besar pengaruhnya, faktor genetik atau lingkungan?
Pertumbuhan
dan perkembangan otak sangat tergantung pada kerja sama antara faktor
genetik dan faktor lingkungan. Namun, berdasarkan pengamatan, faktor
lingkungan ternyata paling banyak berperan dalam menentukan masa depan
anak. Contohnya, lingkungan dengan suasana yang baik dan menyenangkan,
gizi baik, imunisasi, stimulasi dan kasih sayang yang cukup dapat
mengoptimalkan perkembangan otak anak.

Apakah kemampuan otak dapat berubah?
Ya,
setiap saat kemampuan otak bisa berubah. Pada saat lahir, anak mungkin
sehat dan pintar. Namun, jika kemudian anak menderita penyakit,
katakanlah radang otak, maka habislah sudah kemampuan otaknya, karena
sel-sel yang rusak tidak dapat diganti. Misalnya, anak tak diimunisasi,
lalu terkena campak atau penyakit lain yang bisa menyerang otak, maka
otaknya juga takkan optimal lagi. Selanjutnya yang bisa dibangun
kembali adalah jaringan saraf anak tapi bukan sel otaknya.

Bagaimanakah susunan otak itu?
Secara
sederhana, otak dibagi dalam 2 bagian, yaitu otak besar dan otak kecil.
Otak besar berperan penting dalam kemampuan berpikir dan tingkat
kecerdasan seseorang. Sedangkan otak kecil memiliki tanggung jawab
sebagai pengontrol koordinasi dan keseimbangan.
Selanjutnya,
struktur otak terbagi menjadi 2 bagian, yaitu otak kiri dan kanan.
Masing-masing memiliki fungsi berbeda. Otak kiri berkaitan dengan
fungsi akademis seperti belajar berhitung (matematika), logika,
membaca, menulis, menganalisa, dan mengembangkan kemampuan daya ingat.
Sementara, otak kanan berkaitan dengan kreativitas, seperti seni atau
olahraga.

Bagaimana cara menstimulasi otak kiri dan kanan?
Baik
otak kiri maupun kanan membutuhkan stimulasi yang seimbang agar
fungsi-fungsinya bisa berkembang secara optimal. Tak mungkin hanya
merangsang otak kiri atau otak kanan saja. Para pakar psikologi
menilai, jika stimulasi dilakukan secara seimbang, maka tak hanya unsur
kecerdasan yang akan meningkat melainkan kepribadian anak di kemudian
hari.

Contoh menstimulasi otak kiri dan
kanan di antaranya ketika ibu menyusui, dendangkanlah lagu-lagu yang
terasa nikmat serta belai dan sentuhlah si bayi dengan lembut. Ajak
pula si kecil berbicara meskipun ia belum bisa menjawab ucapan ibu atau
ayahnya. Nah, melodi dari lagu akan menstimulasi otak kanan bayi,
sedangkan lirik lagu yang didendangkan ternyata mampu merangsang otak
bagian kiri. Yang jelas, stimulasi terhadap bayi mesti dilakukan dengan
suasana gembira, bermain, aman, dan nyaman.

TENTANG SIALIC ACID

Zat-zat
nutrisi sangat berperan dalam mendorong proses tumbuh-kembang otak
anak. Zat yang sudah dikenal perannya adalah asam lemak omega-3 atau
omega-6 yang banyak terdapat pada ASI. Zat ini di dalam tubuh bayi akan
berubah menjadi AA dan DHA yang konon berfungsi dalam pembentukan
membran sel saraf. Lantaran itu, banyak susu formula yang menyertakan
AA dan DHA dalam komposisi gizinya. Untuk diketahui, zat-zat lain yang
banyak terdapat dalam ASI juga mendorong peningkatan kecerdasan anak.

Penelitian terbaru menyebutkan ada zat lain yang banyak terdapat di otak, terutama
di lapisan otak bagian luar, yaitu sialic acid yang juga terkandung
dalam ASI. Fungsi sialic acid adalah membantu meningkatkan kemampuan
memori dan proses belajar pada anak. Tentu saja kemampuan ini
berpengaruh pada kecerdasannya. Namun menurut Dwi Putro, pertumbuhan
dan perkembangan otak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Artinya, tak
cuma zat-zat nutrisi tertentu yang punya peranan dominan bagi tumbuh
kembang otak, termasuk sialic acid ini. Hilman Hilmansyah. Ilustrator:
Pugoeh

Efek Mozart pada Janin Anda

Kementrian Riset Jerman berani memastikan dalam Nature yang di publikasi 13 April 2007 lalu bahwa efek Musik klasik seperti Mozart, Bach, Beethoven tidak terbukti dapat meningkatkan kecerdasan janin / bayi. Mereka mengklaim bahwa mendengarkan Mozart -atau lagu apapun yang di sukai- secara pasif tidak akan membuat seseorang lebih cerdas. Keputusan ini berdasarkan atas kerjasama dari 9 tim Jerman - neuroscientists, psychologists, educationalists, philosophers, dan musisi profesional-. Riset lebih lanjut akan dilakukan untuk mengetahui apakah pelajaran musik dapat meningkatkan IQ jangka panjang pada manusia, termasuk analisis report literatur ilmiah dan kecerdasan.



Ide bahwa musik klasik Mozart dapat mencerdaskan anak berawal di tahun 1993 ketika jurnal Nature mempublikasi sebuah artikel seorang ilmuwan asal University of California-Irvine dan rekannya Frances Rauscher . Mereka mengklaim bahwa murid-murid yang mendengarkan Mozart sonata melalui relaksasi mengalami peningkatan kerja spatial – berupa melipat kertas dan mengenali pola- dibandingkan mereka yang tidak mendengarkan Mozart sebelumnya. (Belakangan diketahui bahwa efek ini bukan karena musik Mozartnya, melainkan karena efek menenangkan diri sebelumnya).



Mitos tentang efek Mozart ini cukup menyenangkan bagi para industrialis di bidang musik. Mitos ini menjadi alat marketing yang sangat manis. Sebenarnya review riset tahun 1999 telah menunjukkan bahwa 12 riset spesifik telah gagal mensupport gagasan `efek mozzart` tahun 1993, hanya saja orang masih saja percaya bahwa adanya kekuatan musik Mozart. Hal ini dapat difahami, karena semua orang tua menginginkan anaknya cerdas.



Sedikit kita telusuri mengenai perkembangan otak pada janin. Perlu dipahami bahwa otak janin/bayi dan anak bukanlah miniatur otak dewasa. Otak bayi dan anak merupakan organ tubuh yang masih tumbuh dan berkembang. Otak bayi dan anak akan tumbuh menjadi besar, lebih besar, dan masih berkembang dari otak yang semula imatur menjadi otak matur. Masa selama 2 minggu setelah pembuahan atau disebut masa praembrio terjadi pembelahan sel telur yang telah dibuahi. Sedangkan pada usia kehamilan 2-8 minggu disebut sebagai masa embrio.

Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai setelah kehamilan 8 minggu. Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng saraf (neural plate) pada masa embrio, yakni sekitar hari ke-16. Kemudian menggulung membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari le-22. Pada minggu ke-5 mulailah terlihat cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selanjutnya terbentuklah batang otak, serebelum (otak kecil), dan bagian-bagian lainnya.

Perkembangan otak sangat kompleks dan memerlukan beberapa seri proses perkembangan, yang terjadi atas penambahan (poliferasi) sel, perpindahan (migrasi sel), perubahan (diferensiasi) sel, pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (sinaps), dan pembentukan selubung saraf (mielinasi). Sel saraf (neuron) pada permulaan bentuknya masih sederhana, mengalami pembelahan menjadi banyak, dan proses ini disebut proliferasi. Proses proliferasi ini berlangsung selama kehamilan 4-24 minggu, dan selesai pada waktu bayi lahir.

Setelah proses proliferasi, sel saraf akan migrasi ke tempat yang semestinya. Proses migrasi berlangsung sejak kehamilan kira-kira 16 minggu sampai akhir bula ke-6 masa gestasi. Proses migrasi ini terjadi secara bergelombang, yaitu sel saraf yang bermigrasi awal akan menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan luar korteks serebri.

Pada akhir bulan ke-6, lempeng korteks ini sudah memiliki komponen sel neuron yang lengkap dan sudah tampak adanya diferensiasi menjadi 6 lapis seperti orang dewasa. Di tempat yang semestinya, sel saraf mengalami proses diferensiasi (perubahan bentuk, komposisi, dan fungsi). Sel saraf berubah menjadi sel neuron dengan cabang-cabangnya dan terbentuk pula sel penunjang (sel Glia). Fungsi sel inilah yang mengatur kehidupan kita sehari-hari.

Ada yang mengatakan penambahan jumlah sel saraf telah selesai pada saat kelahiran. Setelah lahir hanya terjadi pematangan fungsi sel saraf, tetapi selubung saraf atau myelin yang disebut mielinisasi masih berkembang. Tetapi, setelah lahir terjadi penambahan volume dan berat otak. Dan, bayi tampak lebih pintar. Hal ini karena adanya pertumbuhan serabut saraf, adanya peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa dan proses mieliniasi akibat proses stimulasi yang didapat saat lahir.

Sedikit uraian mengenai perkembangan otak pada janin di atas menunjukkan pentingnya peran masa prenatal dan pascanatal dalam perkembangan otak. Karena itu, bila kita menghendaki agar anak mendatang mempunyai otak yang berkualitas tinggi, maka diperlukan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perkembangan otak. Sehingga `Efek Ibu` yang cerdas mempersiapkan kehamilan, selama masa hamil, dan setelah bayi lahir sampai proses perkembangan otak selesai jauh lebih penting dari `Efek Mozart` yang terbukti tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.



Lalu bagaimana caranya meningkatkan kinerja kecerdasan otak anak, bayi/janin dalam jandungan? Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan sel saraf pada anak, bayi/janin: Kata kunci dari kesemuanya hanyalah dua, NUTRISI dan STIMULASI



Bagi para ibu hamil:

1. Banyak mengkonsumsi ikan pada ibu selama hamil banyak memberikan manfaat pada perkembangan saraf anak. Ikan banyak mengandung asam lemak omega-3 atau asam lemak rantai panjang tak jenuh ganda (LCPUFA) yang terdiri dari asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam arakidonat (ARA) berperan penting untuk perkembangan kognitif, ketajaman penglihatan, dan pertumbuhan otak janin. Janin akan mendapat asam lemak esensial ini secara langsung dari ibu melalui plasenta.

2. Berikan efek ketenangan. Efek tenang dari ibu akan membantu meningkatkan aliran oksigen yang baik di dalam rahim. Bagi mereka yang beragama muslim, pendengaran lantunan ayat-ayat al-Qur`an dapat membantu membiasakan kinerja otak janin bekerja, kebiasaan mengatur olah nafas dan tubuh juga dapat memberikan efek pengoptimalan kinerja saraf janin.

3. Berikan stimulasi berupa sentuhan dari kedua orang tua dan di ajak bicara. Pada proses mieliniasi yang terjadi dalam masa kehamilan, sel-sel otak dilatih untuk membuat sirkuit yang menghubungkan antarsel yang sama atau antarsel yang berbeda. Sirkuit ini dikenal dengan istilah sinaps. Sebuah interaksi berdasarkan energi kinetik dari seorang ayah dan ibu terhadap bayinya akan merangsang proses diferensiasi sel dan mielinasi bekerja optimal.

Bagi para ibu menyusui & balita:

1. Nutrisi bagi para ibu menyusui begitu penting dan berperan dalam masa golden period perkembangan otak bayi. Ibu harus memberikan air susu ibu (ASI) dan nutrisi yang cukup bagi anak pada usia 0-2 tahun agar dapat mencegah gangguan saraf dan otak serta memberikan stimulus pada anak agar perkembangan kecerdasan dan psikomotorik normal. ASI mengandung asam lemak omega-3 yang penting bagi pertumbuhan pesat sel sarafnya. Survei terhadap wanita yang mengkonsumsi beragam makanan menemukan kadar LCPUFA dari total lemak ASI terdiri dari 0.3% DHA dan 0.5 --0.6% ARA. Ketika bayi mulai mendapat makanan padat, LCPUFA diperoleh dari ikan, telur, dan daging.



Bagi para ibu dengan anak balita ke atas:

1. Selain nutrisi, untuk anak yang sudah memasuki balita ke atas, perhatikan pola aktivitas sehari-harinya. Kegiatan yang bersifat aktif dan edukatif dapat merangsang pembentukan sel sarafnya. Sebaliknya kegiatan pasif seperti menonton TV acara-acara entertainment, hiburan yang lebih banyak porsinya tidak menyebabkan saraf-saraf mengadakan jalinan interaksi jangka panjang satu sama lain. Hal ini dikarenakan, kegiatan yang bersifat edukatif dan merangsang keingin tahuan anak akan membuat sel saraf di daerah prefrontal cortex bekerja lebih banyak. Sehingga daya analisisnya matang dan cerdas.

2. Ajak anak memasak, bereksperimen, membuat balok bersama di rumah. Hal ini sebagai salah satu cara stimulasi otak.

3. Tanyakan perasaannya ketika selesai diadakan permainan stimulasi, belajar, bereksperimen, dengan begitu ia akan terbiasa untuk belajar mengungkapkan ekspresi serta memahami dirinya sendiri. Orang tua pun akan menjadi partner dan teman yang baik bagi anak. Ketika anak sering ditanya mengenai apa yang ada di dalam pikirannya, emosinya, secara otomatis, jalinan saraf-sarafnya dari wilayah otak kiri dan kanan akan berjalan seiringan sehingga memungkinkan menjadi anak yang kritis di kemudian hari.



Perlu pula diperhatikan perkembangan bayi sesuai usia:

Usia 0-3 bulan:

Berikan stimulasi yang mengutamakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan. Seperti memeluk, menggendong, menatap bayi, mengajak tersenyum, dan berbicara. Bunyi-bunyian dari mainan yang digantung dengan warna-warna menarik juga merupakan stimulasi yang menyenangkan bagi bayi. Di akhir usia 3 bulan, latihlah si kecil dengan cara menggulingkannya ke kanan dan ke kiri, tengkurap dan telentang. Jika tangannya cukup kuat, rangsang si kecil untuk meraih dan memegang mainan.

Usia 3-6 bulan:

Stimulasi dapat di tambah dengan bermain `Cilukba`. Banyak permainan bunyi-bunyian. Bayi di rangsang untuk tengkurap, telentang, bolak-balik serta duduk.

Usia 6-9 bulan

Stimulai mulai ditingkatkan. Latih tangan anak bersalaman, duduk dan berdiri sambil berpegangan. Mulai biasakan anak dengan menceritakan kisah-kisah teladan sebelum tidur.

Usia 9-12

Ajari anak memanggil mama-papa, bunda-ayah, kakak atau adik. Ajak ia bermain memasukkan mainan ke wadah. Mulai ajari si kecil minum dari gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, dan berjalan berpegangan.

Usia 12-18

Ajari anak memegang pensil dan biarkan ia mencoret-coret kertas dengan pensil warna. Bermain bersama menyusun kubus, potongan gambar sederhana, memasukkan dan mengeluarkan benda kecil dari wadahnya, bermain boneka, serta menggunakan peralatan makan. Anak juga dilatih berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah sederhana, menyebutkan nama dan menunjukkan benda-benda.

Usia 18-24

Rangsang anak menanyakan, menyebutkan, dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mata, hidung, telinga, mulut), menanyakan gambar serta menyebutkan nama binatang dan benda-benda di sekitar rumah. Anak diajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum, mandi, main dan sebagainya), latihan menggambar garis, mencuci tangan, memakai celana, baju, melempar bola, dan melompat.

Usia 2-3 tahun

Ajari anak mengenal warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit), menyebutkan nama teman, menghitung benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan. Mulai menggambar garis, lingkaran dan manusia, latihan berdiri satu kaki, juga dilatih buang air kecil dan besar di toilet.

Usia 3 tahun ke atas

Stimulasi lebih mengarah pada pengembangan kemampuan untuk kesiapan sekolah. Misalnya memegang pinsil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana, buang air kecil dan besar di toilet, berbagi dengan teman, serta kemandirian. Stimulasi bisa dilakukan di rumah atau di kelompok bermain dan taman kanak-kanak.



Referensi:

-Rauscher, F., Shaw, G., Ky, K. (1993). Music and spatial task performance. Nature, 365 611. Retrieved December, 4 2007, from EbscoHost Research Databases.
-The Mozart Effect. epilepsy.org. Retrieved on 2007-08-07.
-"Mozart doesn`t make you clever", Nature.com. Retrieved on 2007-04-03.
-Listening to Mozart does not make your child a genius. DailyIndia.com. Retrieved on 2007-04-03. Wilson, T., Brown, T. (1997).
-Reexamination of the effect of Mozart’s music on spatial task performance. Journal of Psychology. 131 (4), 365. Retrieved December 4, 2007, from EbscoHost Research Databases.
-Tompson, W.,(2001). Arousal, mood, and the Mozart effect. Psychological Science, 12 (3), 248-251. Retrieved December 3, 2007, from PsycInfo.
-Hughes, J., Daaboul Y., Fino, J., Shaw, G. (1998). The Mozart effect on epileptiform activity. Clin Electroencephalogr,29 (3), 109-19. Retrieved December 3, 2007, from Pubmed Database.
-Steele, M. Papers by Steele casting doubt on the Mozart effect appstate.edu. Retrieved on 2007-03-2004
-Campbell, Don (1997). The Mozart Effect: Tapping the Power of Music to Heal the Body, Strengthen the Mind, and Unlock the Creative Spirit.
-"Effects of listening to Mozart and Bach on the performance of a mathematical test" Bridgett, D.J.; Cuevas, J. (2000). Perceptual and Motor Skills, 90, 1171-1175. ISBN.
-"Arousal, mood, and the Mozart Effect." Thompson, W.F.; Schellenberg E.G.; Husain, G (2001). Psychological Science, 12(3)248-251. ISBN.
-Fagen, J., Prigot, J., Carroll, M., Pioli, L., Stein, A., & Franco, A. (1997).
-Auditory context and memory retrieval in young infants. Child Development, 68, 1057-1066.
-Rauscher, F. H., Shaw, G. L., Levine, L. J., Wright, E. L., Dennis, W. R., & Newcomb, R. L. (1997). Music training causes long-term enhancement of preschool children's spatial-temporal reasoning. Neurological Research, 19, 2-8.
-Viadero, D. (1998). Music on the Mind. Education Week, April 8, 1998.
-Wallace, W. T. (1994). Memory for music: Effect of melody on recall of text. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, & Cognition, 20, 1471-1485.
-Serta dari berbagai buku dan sumber.